Kamis, 10 November 2016

Memotret Pembangunan Indonesia Melalui Mutiara Laut Selatan: Jangan Ada Dusta di Antara Kita





Pepatah Jawa mengatakan alon-alon asal kelakon (pelan-pelan, asal sampai tujuan)  merupakan sebuah ungkapan peribahasa yang begitu sakral dan sangat mengena di hati masyarakat orang jawa.

Tetapi, apakah untuk mencintai sumber daya alam Indonesia kita juga harus pelan-pelan. Sementara, sumber daya alam itu bisa saja hilang bahkan diambil orang. Kita yang setiap hari selalu disibukkan dengan pekerjaan rumah, kantor, dan aktivitas rutin lainnya yang tidak bisa ditinggalkan. Tentu, sering lupa bahwa memotret pembangunan Indonesia merupakan tugas dan kewajiban kita bersama sebagai generasi penerus bangsa. 

Mengingat Indonesia adalah sebuah negara maritim yang terkenal dengan sumber daya alam yang sangat berlimpah tidak hanya di daratan namun juga di lautan. Di mana wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah laut atau bisa dikatakan luas daratan Indonesia hanya sepertiga dari lautan dengan presentase 70% lautan dan 30% daratan menjadi bukti bahwa kekayaan alam Indonesia begitu luar biasa besarnya, salah satunya yang tersimpan di bawah laut.

Potensi sumber daya laut Indonesia saat ini tidak hanya berupa ikan, tetapi juga bahan tambang seperti emas, minyak bumi, nikel, bauksit, pasir, timah, biji besi,  dan lainnya yang berada di bawah permukaan laut. Ini menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan hasil buminya.

Kekayaan alam yang dihasilkan dari laut Indonesia bagian selatan saat ini juga menjadi sorotan potensi sumber daya alam yang telah membuka mata dunia. Mutiara adalah salah satu kekayaan laut yang tersimpan dan selama ini jarang terekspos di indonesia.

Sumber : sayyidqutb890.blogspot.com

Kata mutiara sendiri merupakan permata berbentuk bulat dan keras, yang terbentuk karena adanya benda atau pasir yang masuk ke dalam tubuh kerang kemudian diselubungi kulit ari dan terbentuklah mutiara. Sampai sekarang, saya masih begitu kagum dengan mutiara, meskipun saya belum pernah memegang mutiara yang sesungguhnya,  mutiara yang benar - benar tercipta asli dari laut dan merupakan butiran mutiara yang dihasilkan dari kerang.

Bahkan, banyak dari kita berfikir bahwa mutiara hanyalah suatu benda bulat yang biasanya dipakai sebagai perhiasan untuk kaum hawa saja, padahal di luar dari pada itu mutiara adalah kekayaan alam yang begitu mempesona dan tersembunyi di bawah laut Indonesia yang mempunyai potensi besar dalam menyumbang devisa negara.

Berbicara tentang mutiara Indonesia, memang banyak dari kita yang belum mengetahui bahwa indonesia merupakan salah satu penghasil mutiara laut selatan terbesar di dunia. Indonesia south sea pearl merupakan salah satu jenis mutiara yang paling diminati di dunia internasional. Indonesia sendiri telah memasok 43% ISSP semenjak tahun 2005 dengan nilai perdagangan menempati urutan ke - 9 dunia. Dengan nilai ekspor sebesar US$ 29,43 juta atau 2,07 persen dari total nilai ekspor seluruh jenis mutiara di dunia yang mencapai US$ 1,2 milyar, di bawah India, Jepang, China, Australia, Tahiti, Swiss, USA, dan Inggris.

Untuk itu, tidak ada kata terlambat bagi kita untuk mengenal dan mencintai mutiara laut selatan indonesia. Sebab,  pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, tak cinta maka tak ingin memiliki. Jadi, memotret pembangunan Indonesia dapat kita mulai dengan mengenal dan mencintai mutiara laut selatan yang dihasilkan oleh ibu pertiwi.

Sumber : originalmutiara.com
                    
Tahukah kalian bahwa mutiara itu dapat terbentuk dengan dua cara: secara alami dan budidaya.

Secara alami pembentukan mutiara diduga karena faktor iritan atau masuknya benda padat ke dalam mantel kerang sehingga benda padat tersebut akan terbungkus nacre yang merupakan zat unik yang dimiliki kerang berfungsi sebagai pelindung tubuh biasanya disebut sebagai mother of pearl atau ibu dari kerang.
Secara budidaya pembentukan mutiara secara buatan dengan cara menyisipkan nukleus bersama dengan sidikit irisan mantel dari kerang lain yang biasanya disebut dengan nama saibo, sehingga saibo dan inti nukleus dimasukkan melalui irisan kecil ke dalam gonad tersebut. Irisan pada dinding mantel ini bertujuan supaya terjadinya biomineralisasi yaitu penutupan dan pembentukkan kantung mutiara. Cara ini begitu rumit karena banyak sekali tahapan yang harus dijalani, diantaranya melemahkan mutiara beberapa minggu untuk memudahkan melakukan tindakan.


Berikut ini adalah empat jenis mutiara yang paling laris dan memiliki daya tarik tinggi di pasar internasional.

Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl)
Banyak orang menyebutnya sebagai ratu mutiara karena jenis mutiara yang dihasilkan dari tiram dan bentuknya bulat sempurna. Kilauan yang tinggi dan wajah mutiara yang bersih. Negara produsen mutiara jenis ini adalah Indonesia, Australia, Filipina Dan Myanmar. Indonesia merupakan negara yang paling banyak berkontribusi dalam menghasilkan mutiara laut selatan di dunia.

Mutiara Ayoka (Ayoka Pearl)
Budidaya yang dilakukan oleh kokichi mikimoto ini adalah hasil dari eksperimen yang melelahkan dari akoya tiram mutiara. Mutiara ini dibuat oleh pertahanan tiram terhadap iritasi alam (shell, fragmen, parasit), melepaskan lapisan demi lapisan halus untuk membungkus objek, dan akhirnya mengeras dan berubah menjadi mutiara. Negara produsen jenis mutiara ini adalah Jepang Dan China.

Mutiara Hitam (Black Pearl)
Berbeda dengan mutiara pada umumnya, mutiara black pearl ini berwarna hitam seperti namanya, meskipun demikian mutiara black pearl tetap berkilau dan memiliki daya tarik tersendiri bagi para pecintanya. Mutiara ini juga biasanya disebut dengan mutiara Tahiti karena negara produsen mutiara ini dari negara Tahiti.

Mutiara Air Tawar (Fresh Water Pearl)
Mutiara ini tercipta dari dua jenis moluska yaitu satu lebih suka hidup di air tawar sementara yang lainnya lebih suka di laut. Moluska air tawar yang dibudidayakan menggunakan teknik yang sama dengan variasi air dan garam. Tidak butuh waktu lama untuk menghasilkan mutiara jenis ini, kita hanya menunggu antara enam sampai dengan delapan bulan. Negara produsen mutiara jenis air tawar adalah China.



Indonesia sendiri memproduksi mutiara laut selatan (South Sea Pearl) yang dihasilkan dari kerang mutiara bibir emas/perak, yaitu kerang Pinctada Maxima baik yang alami maupun hasil budidaya. Dengan ukuran yang besar dapat mencapai 22 mm dan kilauannya yang khas. Membuat mutiara South Sea Pearl menjadi salah satu jenis mutiara primadona yang terbesar dan termahal di dunia. Bahkan, jenis produsen South Sea Pearl untuk varietas silver dan golden ini bisa hidup di seluruh perairan di Indonesia. Budidayanya tersebar di beberapa daerah, yaitu Bali (Buleleng, Karang Asem, Negara), NTB (Lombok, Sumbawa), NTT (Labuan Bajo, Maumere, Laruntuka, Alor, Kupang), Sulawesi (Manado, Bitung,Sulawesi Tengah, Kendari), Maluku (Aru, Seram, Banda, Tual, Tanimbar), Maluku Utara (Halmaherah), Papua Barat (Raja Ampat), Sumatera (Lampung) dan Jawa (Banyuwangi, Madura). Sementara, di Filipina hanya di bagian selatan (Kep.Palawan) dan Australia hanya di Utara-Barat (Perth/Broome).

Perjalanan dan proses yang tidak sebentar untuk menghasilkan sebuah mutiara yang cantik dan sempurna. Setidaknya, membutuhkan waktu yang begitu lama untuk memperoleh satu biji mutiara dengan kualitas baik. Hal inilah sebab, mengapa harga mutiara begitu mahal, mengingat panjangnya proses serta tidak mudah perjalanan yang harus dilalui untuk bisa mencapai kategori mutiara sempurna. Selain itu, menurut bebarapa pengusaha dan para pembudidaya mutiara, kondisi dan kualitas air seperti dasar perairan, kedalaman, arus air, salinitas, suhu, kecerahan, dan kesuburan perairan juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan, ukuran, dan kualitas mutiara. Di mana berdasarkan penelitian  semakin dalam letak tiram yang dipelihara, maka kualitas mutiara yang dihasilkan akan semakin baik.

Ada 5 (lima) hal yang perlu kita ketahui dalam menentukan kualitas dari suatu mutiara. Apalagi bagi kita yang gemar membeli mutiara terutama Indonesian South Sea Pearl ya. Beberapa faktor yang berpengaruh diantaranya adalah luster/kilauan (high, medium, low), permukaan, bentuk (drop, over, round/near round, button, baraouge, ring/circle, trapesium, triangle), warna (silver/golden), ukuran (keshi sangat kecil 8-9 mm, our size 10-14 mm, big size > 16 mm) dan harga.



Mutiara merupakan salah satu produk kelautan dan perikanan yang mendapat perhatian penuh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia. Berikut ini adalah upaya-upaya pemerintah dalam melindungi produsen mutiara Indonesia diantaranya, Pembangunan Broodstock Center Kekerangan di Karang Asem Bali, Membangun Rumah Mutiara Indonesia sebagai pusat promosi pemasaran dan lelang mutiara, pembentukan dan Penguatan Sub Komisi Mutiara Indonesia (SKMI), Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) dan Yayasan Mutiara Laut Indonesia (YMLI).  Mendorong terbitnya Standar Nasional Indonesia (SNI) mutiara, dan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 8 tahun 2013 tentang Pengendalian Mutu Mutiara yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 

Serta menyelenggarakan Indonesian Pearl Festival yang merupakan pameran mutiara terbesar di Indonesia. Indonesia Pearl Festival adalah salah satu strategi branding Indonesian South Sea Pearl yang ditawarkan pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan guna mengenalkan, memberikan edukasi dan menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap Indonesian South Sea Pearl (ISSP) melalui pameran, talk show, dan peragaan perhiasan mutiara.

Tetapi, Apakah hal tersebut sudah cukup untuk menjaga mutiara laut selatan Indonesia tetap berkilau di mata dunia ? Tentu, belum  . . .
Masih banyak sekali permasalahan yang harus dibenahi oleh negara Indonesia diantaranya:

Pertama, Masalah Budidaya Mutiara Laut Selatan Indonesia
Pengetahuan yang masih minim, yang dimiliki masyarakat Indonesia tentang budidaya mutiara tentu menjadi kendala, apalagi ditambah masih banyaknya orang-orang asing yang melakukan budidaya mutiara di perairan Indonesia dan sedikit sekali yang mempekerjakan warga-warga lokal pribumi. Modal usaha budidaya yang tinggi, standar kualitas mutiara yang belum jelas, harga mutiara yang tidak menentu, juga adanya mutiara imitasi, mutiara tiruan, atau buatan serta manik-manik yang masuk dan diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia yang tentu saja sangat merugikan terhadap citra bagi Indonesian South Sea Pearl (ISSP) itu sendiri.

Untuk itu pemerintah diharapkan lebih tanggap dalam memberikan pelatihan budidaya mutiara secara lengkap, dan memberikan bantuan modal kepada para pembudidaya mutiara Indonesia sebagai pemacu dan penyemangat para pembudidaya untuk meningkatkan produk mutiara di Indonesia. Serta meningkatkan pengawasan terhadap produk-produk mutiara ilegal yang masuk dan diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia.

Kedua, Masalah Kualitas Mutiara Laut Selatan
Tidak adanya sertifikasi mutiara dari pemerintah membuat kualitas mutiara Indonesia selalu di bajak oleh negara-negara lain yang mengklaim memiliki hasil mutiara yang sama berkualitasnya dengan Indonesia. Hal ini terjadi karena tidak adanya lisensi atau sertifikat global dari kualitas Mutiara Laut Selatan Indonesia menyulitkan bagi para konsumen dan kolektor yang ingin memperdagangkan kembali mutiara tersebut.

Untuk itu, pemerintah perlu melakukan peninjauan terhadap penetapan lisensi global sebuah mutiara sehingga harga dan kualitas mutiara dapat terukur bukan lewat persepsi masing-masing individu atau perusahaan.

Ketiga, Masalah Promosi Mutiara Laut Selatan Indonesia
Kurangnya promosi yang dilakukan pemerintah Indonesia, ditambah banyaknya ekspor dan impor mutiara ilegal serta minat masyarakat Indonesia yang masih kurang tanggap terhadap perkembangan dunia pemutiaraan menjadi penyebab, mengapa kita banyak yang belum mengetahui bahwa dunia pemutiaraan bisa menjadi penyumbang devisa andalan bagi Indonesia di masa depan. Apalagi mutiara adalah salah satu aktivitas laut yang memiliki potensi berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hasil budidaya mutiara yang dapat menghasilkan beberapa produk yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi diantaranya adalah perhiasan wanita seperti cincin, kalung, anting, gelang, dan hiasan kepala.




Kita dapat belajar dari perancang busana wanita seperti desainer Anniesa Hasibuan yang baru saja sukses memamerkan koleksi terbarunya yang bertajuk Pearl Asia di Coute Fashion Week 2016. Anniesa menampilkan gaun-gaunnya yang indah, terinspirasi dari busana putri kerajaan di cerita dongeng, dengan hiasan mutiara dari laut selatan. Ini merupakan bukti bahwa tampil di ajang berskala internasional adalah salah satu bentuk Anniesa dalam memotret pembangunan Indonesia sekaligus mempromosikan mutiara laut selatan dari negara kita. Harapannya, Indonesia akan terus menjadi negara terbesar penghasil mutiara laut selatan dan seluruh masyarakat semakin cinta dan bangga terhadap sumber daya alam Indonesia.

Sumber : life.viva.co.id

Sehingga, memotret pembangunan Indonesia tidak bisa diukur hanya dengan kita menilai dari satu sisi saja. Kita harus memakai kaca mata kuda menatap kedepan bahwa pembangunan Indonesia tidak hanya tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi pemerintah daerah, pihak swasta serta seluruh lapisan masyarakat harus turut serta memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa. Tidak ada lagi kata saling menyalahkan, sebab kita berjalan, berdampingan dan bergandengan tangan supaya jangan ada lagi dusta diantara kita, Indonesia.